Belakangan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur masih marak terjadi. Bahkan di beberapa kasus kerap berujung pada pembunuhan sadis.
Dari data Komnas Perlindungan Anak sepanjang tahun 2017 terdapat 2.737 laporan kasus pelecehan seksual terhadap anak. Meski mengalami penurunan dibanding tahun 2016 dengan 3.339 kasus, namun angka tersebut tetaplah besar. (tribunnews.com/ 06/01/2018)
Korban pelecehan didominasi oleh anak - anak berusia 12 sampai 15 tahun sebanyak 52 persen. Sementara korban dibawah usia 12 tahun hanya 32 persen.
Angka tersebut merupakan kasus pelecehan seksual yang dilaporkan. Bagaimana dengan yang tidak dilaporkan? Saya yakin jumlahnya juga banyak.
Tentu ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat terutama pemerintah pembuat kebijakan. Sebenarnya sudah banyak upaya pemerintah salah satunya dengan membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Perlinduangan Anak agar para pelaku pelecehan seksual mendapat hukuman tambahan berupa kebiri hingga hukuman mati.
Namun tetap saja itu tidaklah cukup. Karena hukuman diberikan kepada pelaku bukanlah upaya preventif, melainkan kuratif. Artinya tindakan diambil setelah terjadinya tindak kejahatan seksual itu sendiri.
Semua keinginan kita pasti sama, menginginkan kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur benar - benar dapat dicegah.
Saya pernah membaca sebuah berita yang terjadi di Newcastle Inggris. Seorang mahasiswa asal Indonesia dihukum penjara selama delapan bulan dengan masa percobaan dua tahun setelah terjaring pemburu pedofil online. Ia ditangkap karena melakukan percakapan mengajak berhubungan seksual dengan 'anak dibawah umur' melalui aplikasi chatting. (kompas.com/ 29/07/2017).
Dalam kasus ini, akun anak dibawah umur bernama Zen merupakan akun 'abal - abal' buatan dari salah satu anggota Guardians of The North.
Pelaku yang hanya berniat dan belum melakukan tindak asusila terhadap anak dibawah umur terjerat pidana, karena berniat mengajak anak dibawah umur untuk melakukan hubungan seksual. Walaupun yang diajak adalah akun palsu bukan anak remaja yang sebenarnya.
Referensi pihak ketiga |
Mereka akan menangkap setiap orang yang mengajak anak - anak dibawah umur melakukan kegiatan sesksual di dunia maya.
Orang - orang akan dipidana sebelum kejadian sebenarnya terjadi, karena undang -undang di sana mengatur itu.
Ini bisa jadi contoh guna menekan angka pelecehan seksual terhadap anak remaja di Indonesia. Anak - anak usia remaja mereka belum kuat dari segi mental dan fisik. Bujuk rayu dari para pedofil mungkin bisa saja mempengaruhi para remaja untuk melakukan kegiatan seksual. Bahkan seolah - olah tanpa paksaan.
Orang - orang dewasa lah yang harus sadar. Gerakan preventif ini diyakini dapat memberikan efek jera kepada pelaku walaupun pelaku baru berniat saja.
Apakah bisa diterapkan di Indonesia? Saya yakin bisa dengan dukungan dari semua pihak terutama pembuat peraturan dan aparat berwenang.
Bila ini diterapkan, kekhawatiran orang tua terhadap anaknya saat berada di luar rumah bisa teratasi. Mereka seolah - olah punya malaikat penolong.
0 comments: